Saya
mempunyai hutang puasa Ramadhan dan saya juga mempunyai hutang puasa denda
sumpah, saya pernah mendengar bahwa yang pertama kali harus saya penuhi adalah
qadha’ puasa Ramadhan dan berikutnya adalah puasa denda sumpah ?, dan apakah
urutan ini wajib atau boleh menyelisihinya ?
Alhamdulillah
Barang
siapa yang masih mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka dia masih boleh
menundanya sampai sebelum masuk Ramadhan tahun berikutnya.
Ibnu
Qudamah –rahimahullah- berkata:
“Kesimpulannya
adalah bahwa barang siapa yang masih mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka dia
masih boleh menundanya sampai sebelum masuk Ramadhan pada tahun berikutnya,
berdasarkan riwayat ‘Aisyah bahwa ia berkata:
كان يكون علي الصيام من شهر رمضان ،
فما أقضيه حتى يجيء شعبان )
. متفق عليه(
“Bahwa saya masih mempunyai hutang puasa Ramadhan, dan saya
tidak menggantinya kecuali sampai pada bulan Sya’ban”. (HR. Muttafaq ‘Alaihi)
Tidak
dibolehkan baginya untuk menunda qadha’ puasa Ramadhan sampai Ramadhan
berikutnya tanpa udzur; karena ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- tidak menundanya
demikian, dan kalau hal itu dibolehkan maka beliau juga akan menundanya”. (Al
Mughni: 3/85)
Adapun kaffarat sumpah, maka para ulama telah berbeda
pendapat apakah wajib dilakukan segera atau boleh menundanya ?
Disebutkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah (10/14):
“Jumhur ulama berpendapat, bahwa tidak boleh menunda
kaffarat sumpah dan wajib ditunaikan segera setelah melakukan pelanggaran
sumpah; karena hukum asal dari perintah adalah muthlak (umum)”.
Syiekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:
“Termasuk
menjaga sumpah adalah menunaikan kaffaratnya sesaat setelah melakukan
pelanggaran sumpah, kaffarat itu wajib dilaksanakan langsung; karena hukum asal
dari kewajiban adalah segera ditunaikan, yaitu dengan melaksanakan apa yang
menjadi tuntutan sumpahnya”. (Al Qaul Al Mufid ‘Ala Kitab Tauhid: 2/456, Baca
juga As Syarh Al Mumti’: 15/159)
Asy
Syafi’iyyah berpendapat yang benar adalah wajib menunaikan kaffarat segera
sesaat setelah melanggar sumpahnya, seperti; dia bersumpah untuk meninggalkan
maksiat tertentu, kemudian dia melakukannya, mereka berkata: “Pada
kondisi seperti ini dia wajib segera menunaikan kaffaratnya”.
Imam An Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Adapun
kaffarat jika tidak menyangkut orang lain, seperti; kaffarat pembunuhan tidak
sengaja, kaffarat sumpah pada kondisi tertentu, maka pelaksanaannya lebih
longgar tidak ada perbedaan dalam masalah ini; karena hal itu memang
dibolehkan. Namun jika kaffarat itu menyangkut orang lain, apakah dilakukan sesegera
mungkin atau bisa ditunda ?, dalam masalah ini ada dua pendapat yang disebutkan
oleh Qaffal dan rekan-rekan kami dalam madzhab, pendapat yang benar adalah yang
dilakukan sesegera mungkin”. (Al Majmu’: 3/70)
Maka sesuai dengan madzhab jumhur ulama diharuskan untuk
mendahulukan kaffarat sumpah; karena menunjukkan langsung, sementara puasa
qadha’ Ramadhan menunjukkan kelonggaran.
Jika waktu pelaksanaannya sempit dan
tinggal beberapa hari lagi sudah memasuki Ramadhan berikutnya dan tidak cukup
untuk puasa qadha’ dan puasa kaffarat, maka dalam kondisi seperti ini
didahulukan puasa qadha’; karena hal itu lebih kuat dan mereka sudah
menjelaskannya secara tekstual untuk mendahulukan puasa qadha’ dari pada pusa
nadzar.
Imam Nawawi –rahimahullah berkata:
“Maka
jika ketinggalan puasa Ramadhan karena udzur, lalu udzur tersebut menghilang,
maka ia wajib mengqadha’ yang ketinggalan dari Ramadhan tersebut; karena yang
demikian lebih kuat dari pada pusa nadzar”. (Al Majmu’: 6/391)
Wallahu
A’lam .
----------------------------
Sumber: Website ( الإسلام
سؤال وجواب) yang diasuh oleh Syaikh Muhammad Sholih al Munajjid (https://islamqa.info/id/254760)
----------------------------
Artikel:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar